Minggu, 27 April 2014

Emansipasi Wanita Indonesia Pada Saat Ini, Tahukah?

Salam sejahtera wanita Indonesia, tak lama hampir satu minggu kemarin tepatnya pada tanggal 21 april 2014 diperingati hari pahlawan wanita, yaitu R.A kartini yang disebut dengan ‘Hari Kartini’. Apa yang kalian lihat pada masyarakat sekitar di hari itu?. Anak-anak SD yang berbondong dibawa kesalon oleh para ibu untuk menyewa kebaya, disanggul lalu bermake up, bahkan mungkin anak SMP, SMA pun melakukan hal itu saat akan pergi kesekolah dalam rangka memperingati ‘Hari Kartini’. Ataupun  kalangan masyarakat lainnya yang mungkin melakukan hal yang sama.


Terlintas, kita melihat kebanyakan dari rakyat Indonesia memperingati ‘Hari Kartini’ seperti itu. Namun apakah mereka tahu siapa sebenarnya sosok R.A Kartini ?, sejarah tentang pahlawan wanita yang menjungjung emansipasi di Indonesia. Apakah mereka mengetahui perjuangan beliau sehingga disebut sebagai pahlawan wanita?. Mungkin hanya sedikit yang mengetahui dan memaknainya. 

Mengenal R.A kartini

Kita kenali, siapa kartini ini. Beliau merupakan seorang pahlawan nasional yang dikenal karena jasa - jasanya dalam memperjuangkan hak –-hak kaum wanita yang kemudian disebut emansipasi wanita. RA Kartini lahir di Jepara, Jawa tengah pada tanggal 21 April 1879 dan wafat di usia 25 tahun di Rembang, Jawa tengah pada tanggal 17 september 1904.

Karena jasa - jasanya, akhirnya melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia No.108 Tahun 1964, tanggal 2 Mei 1964, presiden Soekarno menetapkan RA Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional sekaligus menetapkan hari lahir Kartini, tanggal 21 April sebagai hari peringatan yang kemudian dikenal sebagai Hari Kartini.

Raden Adjeng Kartini merupkan seseorang dari kalangan priyayi atau kelas bangsawan Jawa, putri Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat, bupati Jepara pada saat itu. Ia adalah putri dari istri pertama sang Bupati, tetapi bukan istri utama. Ibunya bernama M.A. Ngasirah, putri dari Nyai Haji Siti Aminah dan Kyai Haji Madirono, seorang guru agama di Telukawur, Jepara.

Seorang kartini adalah sosok yang mempunyai semangat, dalam pendidikan dia sangat semangat mencari ilmu, bahkan sempat dia menulis surat kepada pemerintahan Belanda untuk meneruskan sekolahnya di sana, namun keinginannya pun tak terpenuhi karna sebuah keadaan dan budaya jawa dulu, mengharuskan wanita berumur 12 tahun untuk dipingit dan dinikahkan.

Saat masa-masa itu, kartini tak dapat berbuat apa-apa namun karna pemikiran nya yang luas dan tinggi, beliau mengisi kekosongan waktunya saat dipingit dengan banyak membaca buku, bahkan dia tak sungkan menanyakan sesuatu yang belum dia pahami dalam bacaanya kepada sang ayah.

Beliau pun menikah dengan seorang Adipati Rembang bernama Raden Adipati Joyodiningrat. Berdasarkan data sejarah, R.A. Kartini ikut dengan suaminya ke Rembang setelah menikah. Walau begitu api cita-citanya tidak padam. Beruntung Kartini memiliki suami yang mendukung cita-citanya. Berkat kegigihan serta dukungan sang suami, Kartini mendirikan Sekolah Wanita di berbagai daerah. Seperti Semarang, Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon, dan sebagainya. Sekolah Wanita itu dikenal dengan nama Sekolah Kartini.

Kartini merupakan seorang wanita Jawa yang memiliki pandangan melebihi zamannya. Meski dia sendiri terbelenggu oleh zaman yang mengikatnya dengan adat istiadat. Pada 17 September 1904, Kartini menghembuskan napas terakhir di usia 25 tahun, setelah melahirkan anak pertama dan satu-satunya. Dia salah satu wanita yang menjadi pelopor emansipasi wanita di tanah Jawa.

Kekeliruan emansipasi di Indonesia

Emansipasi memiliki arti sebagai sebuah usaha dalam memperjuangkan hak ataupun kesetaraan derajat. Seorang wanita mempunyai hak yang sama seperti laki-laki dalam memperoleh pendidikan, ekonomi maupun politik. Wanita harus tau itu. Namun bukan berarti seorang perempuan harus lebih unggul dalam hal tersebut sehingga melupakan kewajibannya sebagai perempuan.

Yang dipahami dan disalah artikan pada saat ini adalah hak sebebas-bebasnya bahkan menyimpang, yang menjadikan seorang wanita bersaing dengan laki-laki. Terutama dalam masalah pekerjaan. Yang seharusnya laki-laki dijadikan sebagai partner dalam bekerja. Saling bekerja sama. Namun saat ini menjadi pesaing untuk wanita sendiri. 

Keinginan kartini akan kebebasan dalam memperoleh hak, yaitu dalam pendidikan, ekonomi, dan politik. Itu semua untuk bekal dan kepentingan membangun sebuah perdaban. Ketika seorang perempuan kembali ke rumah. Bagaimana pun mereka nanti akan menjadi seorang ibu bagi anak-anak mereka, yang mana seorang ibu adalah pendidik pertama dalam sebuah kehidupan, seorang ibu adalah pencipta peradaban. Tanpa sebuah bekal yang cukup dan sebuah pengetahuan. Bagaimana mungkin seorang ibu akan menciptakan peradaban selanjutnya yang jauh lebih baik lagi?.

Disayangkan sekali, kebanyakan wanita Indonesia keliru akan hal itu, karna mereka masih memandang kesetaraan gender yang ada. Di mana mereka menganggap harus mempunyai kemampuan yang sama seperti laki-laki. Ya memang dalam beberapa hal tapi tak semua nya,

Akibat kekeliruan itu pun, tidak sedikit laki-laki yang merasa tidak dihargai oleh seorang wanita, banyak sekali perceraian yang ada, di karenakan penghasilan ibu lebih besar dibanding seorang ayah. Dan pekerjaan-pekerjaan lebih banyak dihuni oleh wanita dibanding laki-laki. Sehingga para lelaki yang kurang kreatif pun kebingungan untuk melamar pekerjaan kemana lagi, karna hampir semua perusahaan kebanyakan menerima wanita di banding laki-laki.

Bukan hanya dalam masalah ekonomi saja, bahkan dalam urusan politik pun saat ini wanita dan lak-laki bersaing di dalamnya. Dan anda dapat ulas sendiri bagaimana permasalah perpolitikan dan persaingan yang terjadi antara laki-laki dan wanita. Khususnya di Negara anda ini.




Refleksi

Dilihat pada zaman ini, wanita sudah sangat mudah mendapatkan hak nya, baik itu dalam masalah pendidikan, ekonomi, politik, sosial, bahkan budaya. Tinggal bagaimana wanita tersebut memanfaatkan kebebasan yang dapat mereka miliki itu.

ingatlah wanita akan menjadi seorang ibu, dimana mereka nanti akan menciptakan sebuah peradaban yang akan jauh  lebih baik lagi tentunya dari peradaban yang sebelumnya. Agar seorang istri pun nanti  tak begitu kebingungan dan tidak menggantungkan diri kepada suami untuk memberikan pendidikan kepada anak, dan kebingungan bagaimana caranya mengatur keuangan, bahkan bagaimana memasak dan menata rumah dengan baik. Bagaimana pun itu bukan tugas utama dari seorang suami. Hal tersebut yang seharusnya istri lebih ahli. 

Memperingati ‘Hari Kartini’ hanya memakai kebaya dan sanggul sebagai penghormatan kita untuk pahlawan dan penjungjung emansipasi wanita?  Hanya sekedar itu?. Bahkan perlu kita ketahui Kartini sendiri tidak begitu menyukai ‘pakaian Kebaya’. 

Marilah kita refleksikan diri kita dengan kembali mengkaji dan memahami pemikiran-pemikiran yang jauh lebih tinggi akan emansipasi itu sendiri yang kartini harapkan.

0 komentar:

Posting Komentar