Kamis, 26 Desember 2013

Ayo calon istri, harus pandai bersyukur.



Pagi yang penuh rasa syukur, ditemani empat buah Dorayaki yang berbalut telur dan daging. Alhamdulillah ini adalah sekian banyak dari sebuah kenikmatan yang saya rasakan. Di mulai, saat masih terbangun dan merasakan hembusan udara, melihat seorang yang ku cintai ternyata masih bisa kulihat berada tepat disamping ku, menemani tidur malam ku.

“fabiayyi alai rabbikuma tukaththibani”

Nikmat tuhan kamu yang mana kah, yang kamu dustakan?

Membaca sebuah hadist di pagi ini, mengenai rasa syukur. Dan bagaimana kita bersyukur atas semua nikmatnya, yang berbunyi:

Rasulullah Shallallahu‘alaihi wa sallam bersabda:

"Allah tidak akan melihat kepada seorang istri yang tidak bersyukur kepada suaminya padahal dia membutuhkannya." (HR. An-Nasai dalam Isyratun Nisa)

Aku teringat, saat dulu suami ku bertugas ke luar kota selama empat bulan. Dan saya tidak bisa ikut karna harus menyelesaikan kuliah saya di bandung. Bisa di bilang kami adalah pasangan muda. Saat itu suami baru lulus kuliah, sedangkan saya sedang menjalankan kuliah semester 3. Dan setelah 8 bulan menikah, suami pun mempunyai amanah dari perusahaannya untuk bertugas di luar kota. Dan keputusan ini sangat berat bagi saya.


begitu banyak ketakutan dalam diri. Tapi suami sangat menguatkan. Dan dia berjanji akan bersungguh-sungguh disana, agar dia cepat meyelesaikan pekerjaannya dan kembali bersama.

Beliau berkata “ Umi, Abi tau ini bukan lah hal yang mudah untuk kita jalani, tapi kita harus yakin. Bahwa kebaikan lah saat ini yang sedang kita jalani, ujian buat Umi juga Abi. Abi mohon umi untuk bersabar, kuat, dan selalu mendoakan keluarga ini, Umi percayakan sama Abi?. Yakin ada hikmah di balik semua ini. Ini untuk kebahagian Umi dan keluarga kita juga nanti nya, Abi disana akan mencari nafkah, umi disini menyelesaikan kuliah. Empat bulan. Itu tak lama umi, ada Allah dan keluarga yang akan jaga Umi” dengan sebuah senyuman yang meyakin kan ku.

Saat itu saya sadar, saya harus Ikhlas terhadap suami. Dengan sebuah keyakinan dan penuh kekuatan. Saya selalu yakin. Allah lah atas semua keputusan ini, Allah lah yang akan selalu memberikan kami kekuatan, keikhlasan juga kesabaran. “ Ya Rabb, aku titipkan suami ku kepada Mu. Kau sebaik-baiknya Penjaga”

Hari itu pun tiba, kepergian Suami, dimana, saat nya saya mengumpulkan semua kekuatan ku untuk mengikhlasan kepergian suami untuk sementara. Raut wajah sebuah harapan dan keyakinan, saya berikan hari itu, saya tak mau suami khawatir.

Selama 8 bulan menjalani pernikahan, ini lah petrama kalinya saya mendapatkan ujian kesedihan dalam pernikahan kami, mungkin juga bagi suami. Setiap hari beliau rutin untuk menghubungi saya, sebelum tidur, saling membangunkan Tahajud, mengingatkan makan, selalu memberikan semangat. Tak jarang kita pun slalu bergurau dan sama-sama mengatakan kata rindu. Walaupun hanya melalui pesan dan suara yang mengudara.

Satu bulan hal seperti itu sangat rutin di jalankan, tetapi ujian pun kembali menimpa hubungan suci kami, saat itu pernah selama 3 hari saya tidak di hubungi, dan suami pun tak membalas pesan saya. Rasa khawatir yang sangat besar terjadi dalam hati saya. Saya tidak bisa berbuat apa-apa melainkan Berdo’a kepada Allah, agar selalu di beri ketenangan, kekuatan juga perlindungan. Saya selalu berusaha berHusnudzan kepada suami.

Saya mencoba mengerti, saat suami memberikan e-mail. Meminta maaf. Karena dia terlalu sibuk dan lelah, dan dia kadang berbicara “andaikan umi ada disini, mungkin Abi akan dapat memeluk umi untuk melepas kelelahan. Tapi Abi harus semangat umi. Doakan abi ya umi, umi jaga kesehatan disana, jangan lupa shalat malamnya, Alhamdulillah abi masih terjaga disini di setiap malam nya.

Sedikit merasa tenang, saat mendapatkan e-mail dari nya, saat itu saya membalas pesan dengan sebuah do’a dan tetap menyemangati, dan selalu membuat agar dia tak khawatir pada saya, padahal selama tiga hari saya merasa sakit saat suami tak menghubungi. Tapi saya mencoba tetap kuat.

Bulan ke dua, semakin jarang suami menghubungi. Kini mungkin hanya dua atau empat kali dalam seminggu, dan itu sangat membuat saya khawatir. Dan membuat saya semakin tak percaya. Tapi saat seperti itu saya sering kali beristigfar, jangan sampai saya berfikir yang tidak-tidak tentang suami yang berada jauh disana.

Bulan ketiga, suami semakin jarang menghubungi saya, dan buruknya saya. Berbalas untuk tak menghubunginya, saya menyibukan waktu saya bersama teman-teman di kampus, tugas kampus dan organisasi yang saya jalani, bahkan aktifitas beres-beres rumah, berkunjung ke rumah orang tua. Mungkin saat itu kondisi saya masih labil, dan saya sering merasakan kesepian, karna mungkin saat itu pun saya belum mempunyai malaikat kecil yang dapat mengibur dikala lelah, dan bersyukur di kala bahagia.

Saya sadar, terdapat perubahan dalam diri saya, tapi apa mungkin ini adalah akibat kesibukan suami, yang semakin jarang menghubungi saya,  tapi ketahuilah. Tak pernah saya lupa untuk mendokan dan mengabari suami setiap hari.

Dia selalu berkata “umi beberapa minggu lagi abi pulang, umi yang sabar ya, kalau abi jarang menghubungi umi sekarang, abi sadar abi terlalu sibuk disini, terkadang abi ga tidur, umi abi selalu doain umi disini, umi juga kan? Umi, abi mengerti perasaan umi, umi harus kuat ya, hanya beberapa minggu lagi, , , ingat umi,  umi harus pandai bersyukur sekecil apapun itu, Abi masih dapat menghubungi umi. walaupun sadar tak sesering dulu, karna kesibukan yang semakin banyak disini tapi yakinlah setiap kesulitan pasti ada kemudahan, setiap kesedihan pasti ada kebahagian umi sayang “

Tapi aku pun sadar, akhir-akhir ini. Dingin membalas pesan nya. Tapi ketahuilah Bi, umi disini kangen, umi disini lelah Bi, umi ga mau kaya gini. Itu rengekan saya dulu. Dan saya tetap berusaha kuat, tapi tak sekuat dulu.

Waktu yang dinantipun tiba, saya sangat bahagia, dan tak sabar untuk bertemu suami tercinta, tepat jam 12.00 Abi sampai di bandara. Dan Luar biasa. Disana kami sama-sama meluapkan rasa rindu, saya mencium tangan nya dan suami mencium kening saya sambil merangkul. Kami tak sabar untuk sampai rumah, berbagi cerita selama ini, dan saya pun ingin menceritakan semua kesedihan dan rasa rindu saya, saat beliau tak ada.

Tiba dirumah, kita makan bersama. Saling bercerita, melakukan sebuah rutinitas kembali, dan saat  itu beliau mengungkapkan rasa sayang, tetapi ada raut kesedihan dalam wajahnya, beliau meminta maaf, dan berkata tidak mau kalau saya bersikap dingin kepadanya, saat saya dulu beberapa hari tidak mengabari nya, beliaupun bercerita, selama disana beliau sangat mengkhawatirkan saya.

“ umi, tau kan. Kalau kita harus mensyukuri apapun yang terjadi dalam kehidupan kita, baik itu sedih ataupun bahagia. Maafkan abi karna membuat umi khawatir, dan sedih, abi bersyukur abi dapat kembali dengan selamat untuh dan sehat untuk kembali bersama umi, abi bersyukur dapat kembali melihat seorang bidadari cantik yang akan menemani Abi baik di dunia dan di akhirat kelak “

Saat suami berkata seperti itu, saya menangis, dan beristigfar, lalu saya cium tangan suami. aku lupa bersyukur pada mu ya Rabb. Bahwa selama ini aku masih dapat mendengarkan suaranya walaupun tak bertemu, dan suami dapat kembali lagi, dan masih dapat menjaga hatinya dan menjaga hati ku. Terimaksih kau Hadirkan dia untuk ku.

Setelah kejadian itu, mata saya semakin terbuka, bahwa saya harus senantiasa menjadi insan yang pandai bersyukur.

“ hamba tak mau menjadi istri yang tak dilirik oleh Mu ya Rabb. Karna hamba tak pandai bersyukur dengan apa yang telah suami berikan , lindungilah kami. Jagalah kasih kami, agar selalu bersama mensyukuri semua kenikmatan yang Kau beri “ .

Ost : Azalia Blok B 48

0 komentar:

Posting Komentar